Kamis, 09 April 2015

KERAJAAN BULELENG

Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali bagian utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit. Masa kerajaan ini dimulai pada tahun 1660 sampai tahun 1950.
Sejarah Buleleng
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa I GUSTI (Blambangan). ANGLURAH PANJI SAKTI.
Dikuasai Mengwi dan Karangasem Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821.
Perlawanan terhadap Belanda Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda.
Dampak perlawanan terhadap Belanda:
·        Dikuasainya seluruh Pulau Bali oleh Belanda
·        Berkurangnya kekuasaan Raja pada kerajaannya bahkan Raja dapat dikatakan menjadi bawahan Belanda
·        Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan daerah yang strategis yang banyak dikunjungi bangsa Asing
·        Banyaknya tatanan sosial yang diperoleh Belanda termasuk dihapuskannya adat Sute pada upacara Ngaben

Perkembangan Ekonomi
Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng.Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu.
Perkembangan Agama Alkisah
Di saat Singaraja jatuh pada pertengahan tahun 1846, tersebutlah patih I Gusti Ketut Jelantik memindahkan markas perlawanannya ke Desa Jagaraga. Idenya muncul untuk membangun benteng ala Barat nan canggih sebagai markas pertahanannya. Benteng ini terletak hanya sekitar 200 meter dari Pura Dalem Jagaraga. Kedekatannya dengan lokasi Pura Dalem ini dapat disebut sebagai perwujudan sistem pertahanan "duniawi-rohani" religius-spiritual. Dan, posisi benteng Jagaraga dianggap sebagai lini terdepan dalam kawasan kekuasaan sakti Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan -- yang melambangkan kehancuran dan pralina bagi musuh atau Belanda yang berani menyerbu desa ini. Sementara istana berada di pusat desa, di muka Pura Desa.
Persiapan perang yang dilakukan laskar Bali di bawah pimpinan Patih Jelantik kala itu dapat dikatakan sebagai upaya membangun kekuatan melalui ranah religius spiritual berlandaskan ajaran agama Hindu yang diyakininya. Dalam kondisi genting seperti itu, keberadaan Pura Dalem memiliki keterkaitan sangat erat dengan Pura Desa dan Merajan Agung milik kalangan brahmana, komunitas Pande Besi di Banjar Pande dan keberadaan Patih Jelantik di bilangan belakang Pura Desa Jagaraga. Prosesi itu bertujuan membangkitkan spirit perjuangan dalam rangkaian upacara masupati (memberi kekuatan gaib dan kesucian) yang dilakukan oleh Patih Jelantik bersama para pejuang di Merajan Agung. Usai dipasupati, senjata-senjata itu konon secara magis "dihidupkan" kembali, serta siap digunakan. Lantas, berbagai senjata itu -- dari tempat penyimpanannya, diarak menyeberang jalan di muka Pura Desa, melintasi Puri, bergerak ke depan hingga tiba di wilayah belakang perbentengan (dekat Pura Dalem Jagaraga), seterusnya menempati posisi masing-masing memperkuat benteng Jagaraga.

Peninggalan Prasasti dan Kemunduran Kerajaan Buleleng
Sebuah prasasti ditemukan di desa Sembiran yang berangka tahun 1065, berisi : “mengkana ya hana banyaga sakeng sabrangjong, bahitra, rumunduk i manasa. ….. Artinya, andai kata ada saudagar dari seberang yang datang dengan jukung bahitra datang berlabuh di manasa …..”  Pura dalem Jagaraga Pura ini digunakan Jero Jempiring -istri patih I Gusti Ketut Jelantik -bertahan sebagai sentra Pura Dalem Jagaraga.

Kemunduran kerajaan Kemunduran kerajaan Buleleng disebabkan oleh :
1.         Belanda mengajukan syarat kepada Raja Buleleng untuk menghancurkan bentengnya sendiri dan tidak boleh mendirikan lagi.

2.        Raja Buleleng harus mengganti kerugian perang ¾ biaya yang dikeluarkan Belanda. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar