Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan
di Bali bagian utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke17 dan jatuh ke
tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah
Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah
wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit. Masa kerajaan
ini dimulai pada tahun 1660 sampai tahun 1950.
Sejarah Buleleng
I Gusti Anglurah Panji Sakti,
yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah
Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji
wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I
Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan
menyisihkan putra mahkota.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya
Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau
Jawa I GUSTI (Blambangan). ANGLURAH PANJI SAKTI.
Dikuasai Mengwi dan Karangasem Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai
Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke
dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang
membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya
bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821.
Perlawanan terhadap Belanda Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan
Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin
oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng
kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga.
Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga
dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda.
Dampak perlawanan terhadap Belanda:
·
Dikuasainya
seluruh Pulau Bali oleh Belanda
·
Berkurangnya
kekuasaan Raja pada kerajaannya bahkan Raja dapat dikatakan menjadi bawahan
Belanda
·
Dikuasainya
monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan daerah yang strategis yang
banyak dikunjungi bangsa Asing
·
Banyaknya
tatanan sosial yang diperoleh Belanda termasuk dihapuskannya adat Sute pada
upacara Ngaben
Perkembangan Ekonomi
Pada
masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi
salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada
di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil
pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng.Dari Buleleng
barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri,
dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang).
Perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa
Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu.
Perkembangan Agama Alkisah
Di saat Singaraja jatuh pada pertengahan
tahun 1846, tersebutlah patih I Gusti Ketut Jelantik memindahkan markas
perlawanannya ke Desa Jagaraga. Idenya muncul untuk membangun benteng ala Barat
nan canggih sebagai markas pertahanannya. Benteng ini terletak hanya sekitar
200 meter dari Pura Dalem Jagaraga. Kedekatannya dengan lokasi Pura Dalem ini
dapat disebut sebagai perwujudan sistem pertahanan "duniawi-rohani"
religius-spiritual. Dan, posisi benteng Jagaraga dianggap sebagai lini terdepan
dalam kawasan kekuasaan sakti Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan -- yang
melambangkan kehancuran dan pralina bagi musuh atau Belanda yang berani
menyerbu desa ini. Sementara istana berada di pusat desa, di muka Pura Desa.
Persiapan perang yang dilakukan laskar Bali di bawah pimpinan Patih
Jelantik kala itu dapat dikatakan sebagai upaya membangun kekuatan melalui
ranah religius spiritual berlandaskan ajaran agama Hindu yang diyakininya.
Dalam kondisi genting seperti itu, keberadaan Pura Dalem memiliki keterkaitan
sangat erat dengan Pura Desa dan Merajan Agung milik kalangan brahmana,
komunitas Pande Besi di Banjar Pande dan keberadaan Patih Jelantik di bilangan
belakang Pura Desa Jagaraga. Prosesi itu bertujuan membangkitkan spirit
perjuangan dalam rangkaian upacara masupati (memberi kekuatan gaib dan
kesucian) yang dilakukan oleh Patih Jelantik bersama para pejuang di Merajan
Agung. Usai dipasupati, senjata-senjata itu konon secara magis
"dihidupkan" kembali, serta siap digunakan. Lantas, berbagai senjata
itu -- dari tempat penyimpanannya, diarak menyeberang jalan di muka Pura Desa,
melintasi Puri, bergerak ke depan hingga tiba di wilayah belakang perbentengan
(dekat Pura Dalem Jagaraga), seterusnya menempati posisi masing-masing
memperkuat benteng Jagaraga.
Peninggalan Prasasti dan Kemunduran Kerajaan
Buleleng
Sebuah
prasasti ditemukan di desa Sembiran yang berangka tahun 1065, berisi :
“mengkana ya hana banyaga sakeng sabrangjong, bahitra, rumunduk i manasa. …..
Artinya, andai kata ada saudagar dari seberang yang datang dengan jukung
bahitra datang berlabuh di manasa …..”
Pura dalem Jagaraga Pura ini digunakan Jero Jempiring -istri patih I
Gusti Ketut Jelantik -bertahan sebagai sentra Pura Dalem Jagaraga.
Kemunduran kerajaan Kemunduran kerajaan Buleleng
disebabkan oleh :
1.
Belanda mengajukan syarat kepada Raja Buleleng untuk
menghancurkan bentengnya sendiri dan tidak boleh mendirikan lagi.
2.
Raja Buleleng harus mengganti kerugian perang ¾ biaya
yang dikeluarkan Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar