Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri
ditandai dengan perang saudara antara Sriwijaya yang berkuasa di Panjalu dan
Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Pada tahun 1050 M terjadi peperangan
perebutan kekuasaan di antara kedua pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat
mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa.
Tahun 1050 M yang memerintah adalah Samarotsaha. Akan tetapi setelah
itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaa Panjalu dan Jenggala. Baru pada
tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini
lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha.
Tahun 1117 M Bameswara
tampil sebagai Raja Kediri Prasati yang ditemukan, antara lain Prasti Padlegan
(1117 M) dan Panumbangan (1120 M). Isinya yang penting tentang pemberian status
perdikan untuk beberapa desa. Pada tahun 1135 M tampil raja yang sangat
terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan tiga prasasti penting, yakni
Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun
(1144 M).
Prasasti Hantang memuat
tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang
kemenangan Panjalu atas Janggala. Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai
kekacauan di kerajaan. Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat
dikenal karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintaha
Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah dan kemudian
dilanjutkan oleh Empu Panuluh.
Perkembangan Politik, Sosial dan Ekonomi
Sampai masa awal pemerintahan
Jayabaya, kekacauan akibat pertentangan dengan Janggala terus berlangsung. Baru
pada tahun 1135 M Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu. Sebagai bukti,
adanya kata-kata pajalu jayati pada prasasti Hantang. Setelah kerajaan stabil,
Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya.
Kehidupan Kerajaan Kediri menjadi teratur.
Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang penting adalah pertanian dengan
hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan juga berkembang. Di Kediri telah
ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut). Bahkan Sriwijaya yang pernah
mengakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading,
kayu, cendara dan pinang. Kesadaran masyarakat sudah tinggi. Rakyat menyerahkan
batang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah.
Menurut berita Cina, dan kitab
Ling-wai-tai-tai diterangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang
memakai kain sampai bawah lutut. Rambutnya di urai. Rumah-rumah mereka bersih
dan teratur , lantainya ubin yang berwarnaa kuning dan hijau. Dalam perkawinan,
keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya berpakaina
sutera, memakai sepatu dan perhiasan emas. Rambutnya di sanggul ke atas . Kalau
bepergian, Raja naik gaja atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai 700
prajurit.
Di bidaang kebudayaan, yang
menonjol adalah perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang. Di
kediri dikenal adanya wayang panji.
Beberapa karya sastra yang
terkenal, sebagai berikut.
1.Kitab
Baratayuda
Kitab Baratayuda ditulis pada zaman Jayabaya,
untuk memberikan gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan
Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan
Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
2.Kitab
Kresnayana
Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isinya
mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini .
3.Kitab Smaradahana
Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja
Kmeswari oleh Empu Darmaja. Isinya menceritakan tentang sepasang suami istri
Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rail
kena kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Swiya.
Akan tetapi, kedua suami istri itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai
Kameswara dan permaisurinya.
4.Kitab Lubdaka
Kitab
Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung pada zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang
pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia
mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang
semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.
Raja yang terakhir dan Kerajaan Kediri
adalah Kertajaya atau Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, erjadi
pertentangan antara raja dan para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya
barlaku sombong dan berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di
Kediri. Para brahmana kemudian mencari perkindungan kepada Ken Arok yang
merupakan penguasa di Tumapel, Pada tahuun 1222 M Ken Arok dengan dukungan kaum
brahmana menyerang Kediri. Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar