Kamis, 09 April 2015

KERAJAAN KEDIRI

Kehidupan  politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri ditandai dengan perang saudara antara Sriwijaya yang berkuasa di Panjalu dan Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Pada tahun 1050 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di antara kedua pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa.
Tahun 1050 M yang memerintah adalah Samarotsaha. Akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaa Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha.
     Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri Prasati yang ditemukan, antara lain Prasti Padlegan (1117 M) dan Panumbangan (1120 M). Isinya yang penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa. Pada tahun 1135 M tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan tiga prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M).
    Prasasti Hantang memuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang kemenangan Panjalu atas Janggala. Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan di kerajaan. Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintaha Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh.
Perkembangan Politik, Sosial dan Ekonomi
Sampai masa awal pemerintahan Jayabaya, kekacauan akibat pertentangan dengan Janggala terus berlangsung. Baru pada tahun 1135 M Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu. Sebagai bukti, adanya kata-kata pajalu jayati pada prasasti Hantang. Setelah kerajaan stabil, Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya.
     Kehidupan Kerajaan Kediri menjadi teratur. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang penting adalah pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan juga berkembang. Di Kediri telah ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut). Bahkan Sriwijaya yang pernah mengakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran dan perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading, kayu, cendara dan pinang. Kesadaran masyarakat sudah tinggi. Rakyat menyerahkan batang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah.
     Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-tai diterangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang memakai kain sampai bawah lutut. Rambutnya di urai. Rumah-rumah mereka bersih dan teratur , lantainya ubin yang berwarnaa kuning dan hijau. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya berpakaina sutera, memakai sepatu dan perhiasan emas. Rambutnya di sanggul ke atas . Kalau bepergian, Raja naik gaja atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai 700 prajurit.
   Di bidaang kebudayaan, yang  menonjol adalah perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang. Di kediri dikenal adanya wayang panji.
Beberapa karya sastra yang terkenal, sebagai berikut.
   1.Kitab Baratayuda
                 Kitab Baratayuda ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
    2.Kitab Kresnayana
                 Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu  Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isinya mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini .
    3.Kitab Smaradahana
                  Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kmeswari oleh Empu Darmaja. Isinya menceritakan tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rail kena kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Swiya. Akan tetapi, kedua suami istri itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya.
   4.Kitab Lubdaka
                Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung pada zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.

    Raja yang terakhir dan Kerajaan Kediri adalah Kertajaya atau Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, erjadi pertentangan antara raja dan para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya barlaku sombong dan berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri. Para brahmana kemudian mencari perkindungan kepada Ken Arok yang merupakan penguasa di Tumapel, Pada tahuun 1222 M Ken Arok dengan dukungan kaum brahmana menyerang Kediri. Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar