Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak
awal abad ke-8. Pada awal berdirinya, kerjaan ini berpusat di Jawa Tengah. Akan
tetapi, pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur.
Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang keagamaan yang berbedaa,
yakni agama Hindu dan Buddha.
Peninggalan
bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Geding Songo, kompleks
Candi Dieng, dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu. Adapun
yang berlatar belakang
agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut,
Candi Sewu, dan Candi Plaosan.
Kerajaan
Mataram di Jawa Timur
Setelah terjadinya
bencana alam yang dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka sesuai dengan
landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru
pula. Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali
kerajaan ini di Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur.
Mpu Sindok naik takhta kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang
didirikan Mpu SIndok ini tetap bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok
dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana.
Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan karena
sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga
ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai
masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan
Mataram Kuno masih
Kerajaan
Mataram di Jawa Tengah
Kerajaan Mataram Kuno
yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa (keluarga), yaitu wangsa
Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia
menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah
menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat.
Setelah Raha Sanjaya
wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Sailendra, pendiri
wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri
Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai
Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa
Sailendra. Oleh Karena adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja
Sanjaya, Samaratungga (raja wangsa Sailendra) menyerahkan anak
perempuannya, Pramodawarddhani, untuk dikawinkan dengan anak Rakai Patapan,
yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya).
Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat
keadaan ini, adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan perlawanan
namun kalah dalam peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke P.
Sumatra dan menjadi raja Sriwijaya.
Pada masa Sri Maharaja
Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa, terjadi perebutan
kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Ketika Sri Maharaja
Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan ini berakhir dengan tiba-tiba. Diduga
kehancuran kerajaan ini akibat bencana alam karena letusan G. Merapi, Magelang,
Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar